Selamat Datang Di www.beddum.com


Minggu, 09 Januari 2011

Pembentukan Kompleks Tektonik Bantimala

Susunan batuan daerah penelitian yang beraneka ragam dan acak tidak dapat dipisahkan dari proses geologi yang membentuknya. Susunan batuan yang acak tersebut terbentuk sejalan dengan pembentukan daerah tersebut yaitu pada saat pembentukan pulau Sulawesi meliputi saat terjadinya pemisahan lengan barat Sulawesi dengan pulau Kalimantan. Dari semua jenis batuan dan strukrur geologi yang dijumpai dilapangan, oleh beberapa ahli geologi membagi proses pemisahan pulau Sulawesi dan Kalimantan kedalam beberapa bagian termasuk batuan yang terbentuk pada waktu tersebut. Urutan proses tersebut adalah sebagai berikut:
VI. 1. 1. Zaman Trias Bawah
Pada Zaman Trias Bawah ini terjadi subduksi atau tunjaman lempeng oseanik Pasifik margin Barat di bawah lempeng kontinen Eurasia (Margin Timur Pulau Kalimantan) dengan tipe tunjaman convergent compressive margin. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya kompleks akresi atau kompleks hancuran pada daerah pertemuan dua lempeng tersebut sedang pada lempeng pasifik again Barat terjadi rifting akibat tension yang dihasilkan dari subduksi tersebut. Selain akresi pada daerah pertemuan antara dua lempeng tersebut terjadi pula deformasi batuan akibat perubahan tekanan dan temperatur yang dihasilkan oleh benturan kedua lempeng tersebut

Gambar 4. Subduksi lempeng Pasifik Barat terhadap margin Timur lempeng Eurasia
(Kalimantan) pada Zaman Trias Atas. Terlihat adanya pembentukan
kompleks akresi yang kuat (Sukamto, 1982)


VI. 1. 2. Zaman Trias Atas


Pada Zaman Trias Atas Pergerakan lempeng Pasifik Barat menunjam ke bawah lempeng Eurasia terus berlanjut hingga margin Barat yang tadinya mengalami rifting ikut menunjam masuk ke bawah marjin Timur Kalimantan. Tekanan yang semakin besar akibat penunjaman ini mengakibatkan terjadinya perlipatan dan metamorfisme terhadap kompleks akresi yang telah terbentuk sebelumnya. Sementara di sisi terluar akresi berupa hancuran disertai endapan awal ikut menunjam masuk ke bawah mengikuti tunjaman lempeng pasifik merupakan awal pembentukan mélange. Proses metamorfisme terhadap kompleks akresi menghasilakan sekis biru – sekis hijau yang merupakan penciri metamorfisme.

Gambar 5. Metamorfisme pada kompleks akresi menghasilkan sekis hijau dan sekis
biru pada Zaman Trias Atas (Sukamto,1982)


VI. 1. 3. Zaman Jura


Tekanan subduksi lempeng pasifik terhadap lempeng Eurasia yang lebih pasif semakin besar sehingga menyebabkan deformasi kuat dan metamorfisme terhadap kompleks akresi. Penambahan tekanan yang semakin besar menyebabkan terjadinya peremukan yang merupakan sumber material penyusun mélange. Peremukan ini berlangsung pada kedua lempeng sehingga pada mélange ditemukan perpaduan material yang berasal dari lempeng kontinen dan oseanik. Selanjutnya material-material tersebut ikut masuk ke bawah bersamaan penunjaman membentuk mélange. Dan kembali tersingkap oleh lanjutan dari tekanan subduksi lempeng Pasifik Barat.

Gambar 6. Deformasi kuat dan remetamorfisme serta pembentukan mélange pada
Zaman Jura (Sukamto, 1982)

VI. 1. 4. Zaman Kapur


Pada Zaman Kapur ini diperkirakan telah terjadi pengendapan sediment laut dalam jumlah besar berdasarkan umur chert dan endapan flisch (endapan trench yang terbentuk pada slope lereng yang besar) dan endapan laut dalam lainnya. Kondisi ini hanya bias tercipta jika telah terbentukj cekungan. Sehingga dapat diinterperetasikan bahwa pada Zaman ini terjadi subsidence pada daerah pertemuan dua lempeng membentuk palung (trench) akibat penekukan lempeng pada gerak konvergen yang disertai dengan transgresi.

Gambar 7. Subsidence dan Transgresi; sedimentasi flisch dan chert. Pembentukan
busur magmatisme Manuggal dan Alino pada Zaman Kapur.


VI. I. 5. Kala Paleosen


Pada Kala ini terjadi pelepasan bagian lempeng Pasifik Barat yang telah menunjam ke bawah lempeng Eurasia, masuk dan melebur ke dalam lapisan astenosfer bumi. Pelepasan ini menyebabkan hilangnya gaya tekan ke atas secara drastis yang menyebabkan terjadinya subsidense besar-besaran pada cekungan dan pada kompleks akresi baru secara Full apart (adanya gaya tarik antar lempeng yang kemudian berlanjut dengan struktur yang bekerja yaitu sesar turun, (kamus geologi). Subsidense cekungan juga didukung oleh pembebanan lapisan sedimen laut dalam yang tebal. Pelepasan bagian lempeng ini juga menyebabkan hilangnya sebagian besar gaya tekan pada proses metamorfisme yang terjadi terus menerus atau progradasi metamorfisme yang terjadi terus menerus atau progradasi metamorfisme pada pertemuan kedua lempeng sehingga dapat ditemukan adanya kontak antara metamorfisme tingkat tinggi (protolith batuan beku ultrabasa) dan tingkat rendah (protolith endapan pelitik) yang menunjukkan adanya perubahan tekanan dan temperatur secara besar-besaran.

Gambar 8. Subsidense terhadap kompleks akresi Full Apart, serta pengendapan
sedimen deltaic (Sukamto, 1982)


VI. 1. 6. Kala Eosen – Oligosen


Akibat pembebanan lapisan sedimen laut dalam subsidense terus berlanjut dan kondisi lingkungan pengendapan semakin mengarah ke laut dangkal akibat pendangkalan oleh tebalnya lapisan sedimen laut dalam. Pada Kala ini terendapkan Formasi Mallawa yang beranggotakan antara lain batupasir dan batugamping klastik dengan sisipan batubara yang menunjukkan lingkungan pengendapan transisi atau deltaik. Sementara akibat pendangkalan oleh penebalan lapisan sedimen, lingkungan pada cekungan ini mengarah ke arah laut dangkal dan terjadi pengendapan sedimen karbonat secara besar-besaran menghasilkan Formasi Tonasa dengan ketebalan sekitar 3 km. Dan aktvitas vulkanisme bawah laut pada kerak oseanik terus berlanjut.

Gambar 9. Lanjutan subsidens serta pengendapan sedimen karbonat dan batuan –
batuan klastik (Sukamto, 1982)


VI. 1. 7. Kala Miosen


Akibat imbas gaya dari tumbukan lempeng, lempeng kontinen yang lebih kaku dan tebal menderita imbas gaya yang lebih besar, sehingga menciptakan zona – zona lemah pada marginnya; kompleks akresi, dimana akibat lanjutan Full Apart, menyebabkan terjadinya penipisan margin lempeng dan pada akhirnya menghasilkan spreading. Kondisi ini menyebabkan terjadinya injeksi magma astenosfer, dimana arus gaya yang dihasilakan oleh arus konveksinya mengakibatkan terjadinya rifting margin kontinen. Proses lanjutan dari rifting; akan membentuk busur atau arc dan cekungan back- arc


Gambar 10. Spreading pada lempeng Eurasia yang merupakan awal dari pembentukan Selat Makassar (Sukamto, 1982)


VI. 1. 8. Kala Miosen – Pliosen


Pada Kala ini rifting tepian kontinen Eurasia telah berkembang lebih lanjut dan seiring dengan semakin besarnya tekanan akibat tumbukan lempeng, lempeng oceanic muda yang terbentuk akibat rifting tersebut mengalami uplift yang menghasilkan obduksi ofiolit pada daerah Barru dan Pangkep. Dan pada sisi lain mulai mengalami penunjaman ke arah bawah busur yang terbentuk pada Kala Miosen
Sedang pada cekungan intrusi magma semakin aktif dan membentuk intrusi-intrusi sill-dike dan stock serta plutovulkanisme. Pada Kala ini terjadi kegiatan vulaknisme besar-besaran, dimana kegiatan vulaknisme camba berkembang dengan pesat sehinggan endapan material vulkaniknya menutupi hampir sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan. Dan pada lempeng kerak oceanik kembali terjadi kegiatan vulaknisme bawah laut yang diperkirakan terhenti pada Kala Miosen.


Gambar 11. Obduksi oceanik baru bentukan spreading Makassar Strait terhadap lengan Barat Sulawesi (kompleks ofiolit Barru – Pangkep, yang dilanjutkan dengan subduksi (Sukamto, 1982)


VI. 1. 9. Kala Plio – Plistosen


Penunjaman Kerak oseanik muda ke arah busur mengakibatkan terjadinya pembalikan busur dan terbentuknya subduksi bimodal atau subduksi dari dua arah yang berbeda/berlawanan. Akibatnya pada lengan Sulawesi Bagian Barat terbentuk busur magmatisme yang ditandai oleh aktifnya gunungapi Pare – pare. Serta penunjaman kembali atau re-thrusting ofiolit. Pada Kala ini penempatan Bantimala Kompleks telah mencapai tahap akhir.

Gambar 12. Penempatan Bantimala Kompleks (seperti sekarang)

Sumber : Pembentukan Kompleks Tektonik Bantimala Oleh Ir.Kaharuddin MS Dosen Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

3 komentar: